News Update :
Home » » Kenapa RIS Gagal

Kenapa RIS Gagal

Penulis : Isdariana Agustin on Wednesday, April 3, 2013 | 10:07 PM

Dari pengalaman Sejarah Singkat Indonesia dalam menjalani sistem negara federal, maka dapat disimpulkan bahwa sistem federal belum optimal kita anut.  Sayangnya, intervensi politik Belanda saat itu masih kental sehingga, sehingga bangsa Indonesia terlanjur “alergi” terhadap federalisme. RIS harus mengalami kegagalan, tanpa diberikan kesempatan untuk hidup lebih lama.

Perdebatan yang muncul sekarang mengenai sistem negara federal dengan mengikutkan sentimen akan terpecah belahnya kesatuan Indonesia, apalagi bila menyertakan “romantisme” usang masa lalu akan politik memecah-belah penjajah Belanda, dapat penulis katakan sebagai alasan usang dan tidak proporsional

Sejujurnya, kita tidak perlu takut mengadopsi sistem federal karena memang kita sudah halfway succeeded mengimplementasikan desentralisasi dan dekonsentrasi yang fair antara pusat dan lokal. Dan lagi, pada hakekatnya belum ada satu negara federal kuat (Amerika Serikat, Jerman, dan Malaysia) yang pemerintah pusatnya tidak dominan, seperti halnya pemerintah pusat di negara unitarian seperti Indonesia. Hal ini akan mematahkan argumen bahwa jika negara federasi terbentuk, maka pemerintah pusat akan kehilangan ‘gigi’ dalam menjaga stabilitas politik nasional.

Euphoria memerdekakan diri sebagai akibat dari pemberlakuan sistem federal justru akan menemui ketidakrelevanannya, karena saat itulah daerah harus berpikir keras akan kesiapan mereka bila mengkhianati konsensus bersama derah lain membentuk negara federasi. Artinya, tugas pemerintah pusat adalah memberikan dukungan demi kemandirian pemerintah lokal, bukan menakut-nakuti dengan ancaman disintegrasi.  Artinya pilihan bangunan negara wajib membuka peluang kemandirian daerah dan konsekuensi yang dihasilkanpun bukan serta merta melahirkan pemerintah lokal yang ‘mbalelo’ pada pusat, melainkan pemerintah lokal yang memiliki bargaining power cukup demi membela kepentingan rakyat di daerah. Dengan demikian penulis sangsi bahwa bangunan negara federasi Indonesia kelak harus melalui tahap perpecahan dulu dalam bentuk negara-negara kecil, namun justru sebaliknya, pemerintah pusat dan daerah bekerja sama meneruskan bangunan otonomi daerah yang lebih bertanggung jawab.

Demi membangun otonomi daerah yang bertanggung jawab dan demi membangun tatanan bangunan negara baru tersebut, langkah selanjutnya adalah membuang  jauh-jauh sentimen terhadap gerakan separatisme, karena pada hakekatnya isu separatisme telah hidup puluhan tahun setua umur republik ini.  Separatisme muncul karena ada kepentingan minoritas yang terabaikan pemerintah pusat.

Mengingat konsep kekuasaan dari rakyat untuk rakyat yang sepertinya lebih banyak ditawarkan oleh sistem federal, maka tidak ada salahnya mencoba kembali pemberlakuan sistem federal.  Namun demikian, bercermin pada pengalaman RIS di masa lalu, perlu kita sadari bersama bahwa pemberlakuan sistem federal harus didasari oleh pengkajian lebih dalam.

Untuk sementara waktu, pemerintah harus bersikap tegas dalam usahanya mengakomodasi kepentingan minoritas tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional.  Jangan sampai pemerintah kemudian terjerumus dalam konflik etno-regional lebih dalam yang justru mengesampingkan kenyataan bahwa masih banyak rakyat kelaparan. Hal inilah yang justru dapat mendatangkan malapetaka lebih besar yaitu runtuhnya bangunan NKRI oleh karena banyaknya rakyat lapar dan marah daripada berdebat ‘kusir’ tentang keniscayaan negara federasi.
Share this article :

Post a Comment

 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. Mengubah Nasib . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger